Sabtu, 03 Desember 2011

Boys Before Flowers versi Indonesia ^.^

 Annyeong! Hallo semuanya, kali ini jatah aku ngepost naskah drama kelompok bahasa Indonesiaku. Ini dia naskah dramanya.. 
 
SCRIPT 1 - Sekolah Shinwa ( tiga orang anak kaya memasuki pintu sekolah dengan gaya yang “cool”)

Narator            : Ketiga anak ini merupakan murid terkaya di Sekolah Shinwa. Mereka dijuluki F3, tentunya bukan F4 seperti cerita aslinya karena personil di sini cuma ada 3 orang, jadi kita sebut saja mereka sebagai F3 alias fantastic three. Mereka adalah Gu Jun Pyo sebagai ketua kelompok, kemudian Hyun Ji hoo dan Song Wo Bin sebagai anggota kelompok.Oh ya, perlu kalian ketahui bahwa F3 ini memiliki kekuasaan penuh atas Sekolah Shinwa, bahkan kekuasaan mereka lebih luas dibandingkan kekuasaan kepala sekolah. Kesimpulannya, berhati hatilah dengan F3!
            Sedangkan perempuan yang ada disana (menunjuk ke arahnya) adalah tokoh utama wanita dalam drama ini, dia adalah Geum Jan Di. Gadis yang biasa dipanggil Jan Di ini merupakan gadis yang berasal dari keluarga biasa. Dia termasuk gadis yang beruntung karena berhasil masuk ke Sekolah elit Shinwa tanpa melalui tes, dengan kata lain dia mendapatkan beasiswa untuk menuntut ilmu di Sekolah Shinwa. Dari pada kelamaan bicara, langsung saja kita lihat ke TKP, cekidot ...!
Jan Di              : (menatap F3 dengan tatapan bingung dan penuh tanda tanya)
Jun Pyo           : (merasa sedang diperhatikan, lalu menghardik Jan Di) Hei! Apa yang kamu lihat?!
( Ji Hoo dan Wo Bin ikut melihat ke arah Jan Di)
Jan Di              : (bingung) Ooh, aku? Tidak lihat apa-apa..
Jun Pyo           : Aaah, kamu pasti terpesona dengan ketampanan kami kan?? Tentu saja! Karena kami adalah F3, fantastic three.. Pesona kami memang tiada duanya, hahaha (PD sekaliii..)
Jan Di              :Helloo?? Tampan? Terpesona? F3? Mana mungkin..! Kalau di serial drama aslinya, F4 memang tampan dan sangat mempesona, tapii bila dibandingkan dengan kaliaaan sungguh bagai langit dan bumi, benar-benar berbeda.. Sama sekali tidak sama!
Jun Pyo           : Benaaar sekali, kami ini langitnya dan mereka adalah buminya.. hahahaha!
(Ji Hoo tersenyum dan Wo Bin tertawa)
Jan Di              : (memasang wajah ilfeel) whatever.. (pergi meninggalkan F3)
Jun Pyo           : (kaget melihat Jan Di pergi begitu saja, merasa kesal) Hei! Kauu!! Lihat saja, akan aku buat kau berlutut tunduk di hadapanku, hahaha!
Narator            : Saat itu, Jan Di berbalik melihat Jun Pyo, kemudian dia kembali meneruskan langkahnya dengan sedikit senyuman yang tersungging di wajahnya.
Wo Bin            : (Merangkul Jun Pyo) Jun Pyo, kau ini ada-ada saja. Hati-hati dengan ucapanmu itu, jangan-jangan nanti malah kamu yang bertekuk lutut dihadapannya.
Jun Pyo           : Ooh tidak bisaa.. Ayo kita masuk kelas!
(Wo Bin dan Jun Pyo pergi menuju kelas mereka, Ji Hoo melihat ke arah Jan Di)
Jun Pyo           : (Berhenti berjalan, menengok ke arah Ji hoo) Hei Hyun Ji Hoo! Kenapa kau hanya berdiri saja? Ayo kita ke kelas.
(Ji Hoo menyusul Jun Pyo dan Wo Bin, mereka menuju ke kelas)

SCRIPT 2di dalam kelas khusus F3 (Jun Pyo sedang duduk termenung sambil tertawa-tawa sendiri, Wo Bin sedang bermain hp, Ji hoo sedang tiduran)

Wo Bin            : (berhenti bermain hape, mengangkat wajahnya dan berkata pada Jun Pyo) Jun Pyo, apa yang sedang kau pikirkan? Emm, apakah kau sedang memikirkan wanita tadi? Siapa wanita itu hingga mampu membuatmu tertawa seperti ini, hahaha. Aku perlu mencari tau namanya, mari kita tanya mbah google *lho?
(Jun Pyo tidak mendengarkan perkataan temannya itu, begitu pula dengan Ji Hoo yang tetap tiduran)
Wo Bin            : (Sejenak Wo Bin berkutat kembali dengan hapenya,ia pun tersenyum puas) Haha, akhirnya aku tau nama wanita yang telah mengambil hatimu itu Jun Pyo, dia adalah Geum Jan Di!
(Jun Pyo terhenti dari lamunannya, lalu menatap Wo Bin, bersamaan dengan itu Ji Hoo membuka matanya)
Jun Pyo           : Hei! Apa yang kau katakan! Aku tidak jatuh cinta padanya! (melempar sesuatu ke Wo Bin)
Ji Hoo              : (Tiba-tiba keluar dari kelas, tanpa menghiraukan Jun Pyo dan Wo Bin)
Jun Pyo           : Kenapa dengan anak itu?
Wo Bin            : (mengangkat bahunya)
Jun Pyo           : Tunggu dulu, tadi kau bilang Geum? Geum siapa namanya?

SCRIPT 3di taman bangku sekolah (Ji Hoo sedang memainkan gitarnya)

Narator            : Tiba-tiba Jan Di datang, tanpa disengaja ia melihat Ji Hoo yang sedang bermain gitar, dia pun mendengarkan alunan nada dari gitar yang dimainkan Ji Hoo, dia larut di dalamnya, untuk beberapa saat Jan Di terpesona dengan permainan gitar Ji Hoo.
Ji Hoo yang sadar akan kedatangan seseorang di dekatnya pun menghentikan permainan gitarnya. Ia melihat ke arah Jan Di. Jan Di pun tersipu malu, dan...
Ji Hoo              : Geum Jan Di ?
Jan Di              : Ya? Dari mana kau tahu nama ku?
Ji Hoo              : Kemarilah, duduk bersamaku.
Jan Di              : (Menhampiri Ji Hoo dan duduk di dekatnya)
Narator            : Saat Jan Di menhampiri dan duduk di dekat Ji Hoo, secara kebetulan Jun Pyo melihat mereka berdua. Dia penasaran, apa yang sedang dilakukan sahabat karibnya dengan Geum Jan Di. Jun Pyo pun bersembunyi di balik pohon untuk melihat gerak gerik Ji Hoo dan Jan Di.
Ji Hoo              : Geum Jan Di
Jan Di              : Ya?
Narator            : Jun Pyo menguping pembicaraan mereka.
Ji Hoo              : Geum Jan Di
Jan Di              : Ya?
Narator            : Dan Jun Pyo pun masih menguping pembicaraan mereka berdua.
Ji Hoo              : (mulai emosi) Narator,please deh, diem sebentaaar aja. Lagi serius nih!
Jun Pyo           : Iya ni, gimana sih naratornya (ikut-ikutan kesel)
Narator            : Hei, kamu Jun Pyo diem aja deh, jangan ribut! Ssst! Eh, maaf maaf mas Ji Hoo, monggo dilanjutkan..
Ji Hoo              : Geum Jan Di
Jan Di              : Ya?
Ji Hoo              : Apakah kau menyukaiku?
Jan Di              : (Kaget)
Jun Pyo           : (Kaget)
Narator            : Seketika itu juga Jan Di terkejut dengan pertanyaan Ji Hoo,begitu pula dengan  Jun Pyo yang juga terkejut dengan perkataan sahabatnya itu, bahkan narator juga ikut-ikutan terkejut dengan perkataan laki-laki tersebut, hehe.
Lanjut ke ceritanya, Jun Pyo yang sejatinya menyukai Jan Di sejak pandangan pertama, memutuskan pergi dari tempat persembunyiannya saat itu. Dia terlalu takut untuk mendengarkan jawaban Jan Di atas pertanyaan Ji Hoo, dia takut menerima kenyataan sebenarnya yang ternyata seperti ini..
Jan Di              : Tidak, aku tidak menyukaimu.
Ji Hoo              : Lalu, apakah kau menyukai sahabatku?
Jan Di              : Apa? Song Wo Bin? Tentu saja tidak
Ji Hoo              : Bukan, bukan Wo Bin. Bukan dia, maksudku.. Apakah kau menyukai Jun Pyo?
Jan Di              : (berpikir agak lama) Iya, harus aku akui, aku menyukainya, sudah lama aku menyukai Jun Pyo.
Ji Hoo              : haha (lega) baguslah kalau begitu.
Jan Di              : Ha? Apanya yang bagus?
Ji Hoo              : Bagus karena kamu menyukai Jun Pyo.
Jan Di              : Lalu?
Ji Hoo              : Jun Pyo juga menyukaimu. Sejak awal dia telah menyukaimu.

SCRIPT 4di ruang khusus F3
Backsound :Korea – Ha &gaseumi atau lagunya Lee San Gon (Noonmoori Nanda)

Jun Pyo           : (Jun Pyo duduk meratapi nasibnya, ia benar-benar putus asa)
Wo Bin            : (tiba-tiba datang dan melihat Jun Pyo yang sedih, dan menghampirinya) Hai Jun Pyo. Ada apa?
Jun Pyo           : Tidak ada apa-apa, tinggalkan aku sendiri.
Wo Bin            : Tidak apa-apa bagaiman, wajahmu cemberut begitu. Ayolah ceritakan kepadaku apa masalahmu. Mungkin saja aku bisa membantumu.
Jun Pyo           : (diam saja, menundukkan kepala)
Wo Bin            : Jun Pyo, aku ini sahabatmu, sejak kecil kita sudah bersama, bahakan sejak kita bayi kita sudah bersahabat.
Jun Pyo           : (sedikit mendorong kepala Wo Bin) Aaah alay lu!
Wo Bin            : Haha, maaf (menyunggingkan senyuman). Ayolah ceritakan kepadaku.
Jun Pyo           : Baiklah, aku akan menceritakannya kepadamu. Sebenarnya sejak dulu aku sudah menyukai Geum Jan Di, sejak pertama kali aku melihatnya.
Wo Bin            : Aha, ternyata benar dugaanku.
Jun Pyo           : Iya, dugaanmu memang benar. Selama ini aku selalu berpura-pura menjahilinya, itu semua aku lakukan hanya untuk mendekatinya. Hingga tadi kau memberi tahu ku nama wanita yang telah merebut hatiku ini, dan wanita itu adalah Geum Jan Di. Tadinya, aku berniat untuk menyatakan perasaanku padanya. Hingga tiba saat aku melihat kedekatan Geum Jan Di dengan Hyun Ji Hoo. Aku pun mengurungkan niatku tadi. Aku takut setelah aku menyatakan perasaanku padanya, dia akan menolakku. Aku takut jika itu yang terjadi.
Wo Bin            : Hahaha
Jun Pyo           : Mengapa kamu malah tertawa?
Wo Bin            : Jun Pyo, Jun Pyo (geleng-geleng kepala). Ke mana Jun Pyo yang selama ini aku kenal? Jun Pyo yang selalu berani mengambil resiko apapun, Jun Pyo yang selalu percaya diri. Sahabatku Jun Pyo, janganlah kamu berputus asa sebelum berperang, sebelum kamu mengerahkan segenap kemampuanmu. Mungkin saja, kenyataan nanti yang akan terjadi adalah kenyataan yang 180° berbeda dari ketakutanmu itu. Bersemangatlah, Jun Pyo!
Jun Pyo           : Terima kasih Wo Bin, kau sangat membantu. Sekarang aku tau apa yang seharusnya aku lakukan. (Jun Pyo bangkit, dan berlari)
Narator            : Setelah mendengarkan petuah Wo Bin, Jun Pyo pun bergegas menuju ke tempat Jan Di berada, di bangku taman sekolah. Jun Pyo, mendapati Geum Jan Di sedang duduk sendirian, tanpa adanya Ji Hoo yang duduk di sampingnya. Sepertinya, wanita itu sedang memikirkan sesuatu. Tanpa membuang banyak waktu, Jun Pyo pun mendekati Jan Di.
Jun Pyo           : Hai, kau.
Jan Di              : (agak terperanjat) Apa yang kau lakukan di sini?
Jun Pyo           : (duduk di sebelah Jan Di) Indahnya hari ini
Jan Di              : (bingung) Cepatlah katakan apa maksud tujuanmu datang kemari?
Jun Pyo           : Aku ingin mengatakan sesuatu padamu
Jan Di              : Katakan saja, tak usah bertele-tele (acuh tak acuh)
Jun Pyo           : Aku menyukaimu
Jan Di              : (kaget lagi) Aku tahu itu.
Jun Pyo           : (kaget juga :D) kau mengetahuinya?
Jan Di              : (mengangguk)
Jun Pyo           : lalu?
Jan Di              : (melihat Jun Pyo) aku juga menyukaimu.
Narator            : Betapa bahagianya Jun Pyo mendengar jawaban Geum Jan Di. Dia benar-benar bahagia. Dia merasa dunia ini hanya miliknya dan Geum Jan Di, dan mulai saat itu Jun Pyo percaya dengan kata-kata yang tadi sempat disampaikan Wo Bin kepadanya. Bahwa dia tidak boleh menyerah sebelum berusaha semaksimal mungkin, sebelum benar-benar mengeluarkan kemampuan yang dia miliki, karena belum tentu kenyataan yang nantinya terjadi adalah kenyataan yang sama dengan yang ditakutkannya.
-THE END-

Jumat, 11 November 2011

Summer in Seoul

Judul : "Summer In Seoul"
Penulis : Ilana Tan
Penerbit : Gramedia
Genre : Metropop
Tanggal Terbit : November-2006
Jumlah halaman : 280 halaman

Dulu kalau aku tak begitu, kini bagaimana aku? Dulu kalau aku tak di situ, kini di mana aku? Kini kalau aku begini, kelak bagaimana aku? Kini kalau aku di sini, kelak di mana aku? Tak tahu kelak ataupun dulu Cuma tahu kini aku begini. Cuma tahu kini aku di sini. Dan kini aku melihatmu...

Begitulah sekelumit prolog novel “Summer in Seoul” karya Ilana Tan yang terasa begitu menyentuh. Novel pertama dari keempat novel tetraloginya ini menceritakan tentang Jung Tae- Woo, seorang penyanyi muda terkenal asal Korea yang kembali muncul setelah empat tahun menghindari dunia showbiz karena suatu alasan. Suatu saat dia dihadapkan dengan gosip yang menyatakan bahwa dirinya adalah seorang gay, karena selama ini dia tidak pernah terlihat dekat dengan seorang wanita. Untuk meredam gosip itu, Jung Tae – Woo berpura-pura menjalin hubungan asmara dengan seorang gadis misterius. Gadis misterius itu adalah Sandy alias Han Soon-Hee, gadis blasteran Indonesia-Korea yang sudah mengenal keartisan Jung Tae-Woo sejak awal, namun sedikitpun tidak terkesan padanya.

“Aku hanya ingin memintamu berfoto denganku sebagai pacarku,” kata Jung Tae-Woo pada gadis di hadapannya.

Sandy mengangkat wajahnya dan menatap laki-laki itu, lalu berkata, “Baiklah, asalkan wajahku tidak terlihat.”

Awalnya Jung Tae-Woo tidak curiga kenapa Sandy langsung menerima tawarannya dan sama sekali tidak meminta imbalan. Sementara Sandy hanya bisa berharap ia tidak akan menyesali keputusannya untuk terlibat dengan Jung Tae-Woo. Hari-hari musim panas sebagai “kekasih” Jung Tae-Woo dimulai. Perubahan rasa itu pun ada. Rasa selalu ingin bersama, rasa selalu ingin membuat satu sama lain tertawa dan rasa untuk saling memiliki.Rasa itu mulai ada. Namun ketika rasa itu tumbuh, ketika benih-benih cinta itu mulai terasa dalam hati mereka, keduanya harus dihadapkan dengan kebenaran kisah empat tahun lalu yang tanpa disadari sedang mengejar mereka. Kebenaran yanng membuat Jung Tae-Woo meninggalkan dunia keartisannya empat tahun lalu, kebenaran yang selama ini disembunyikan Han Soo Hee (Sandy).

Namun cinta mereka adalah cinta sejati. Cinta yang bukan sekedar ingin memiliki tapi juga saling mempercayai. Cinta yang tulus, benar-benar tulus. Ketulusan cinta mereka itulah yang membuat mereka sanggup menghadapi batu terjal dalam hubungan mereka. Pada akhirnya cinta mereka lah yang menang.

Ilana Tan mampu mengambil hati para remaja lewat novel pertamanya ini, merupakan sebuah prestasi yang patut diacungi jempol bagi penulis awal sepertinya. Kata-kata yang ia torehkan dalam novelnya, mengalir lembut dalam pikiran pembaca, begitu rapi dan begitu tertata. Ia juga berhasil menggambarkan dan memberikan kesan kuat “Korea Selatan” dalam novelnya hingga pembaca pun merasa sedang menonton sebuah drama Asia Korea.

Selain itu Ilana Tan berhasil menyuguhkan sesuatu yang baru bagi pembaca novel nusantara, dia menggabungkan keempat nama musim dengan negara-negara besar sebagai judul novelnya, salah satunya adalah Summer in Seoul. Meski begitu, dia tetap memberikan sentuhan Indonesia di dalamnya, terlihat dari tokoh utama wanita Han Soo Hee (Sandy) yang merupakan peranakan Korea-Indonesia. Inilah kelebihan dari novel Ilana Tan.

Sayangnya, alur cerita novel ini terlalu mudah ditebak, dan klimaksnya pun kurang mengena di hati pembaca. Walaupun begitu, novel ini tergolong novel yang patut dipertimbangan untuk dibaca karena memiliki cerita yang kuat dan ciri khas dibanding novel-novel lainnya. Novel Summer in Seoul yang mengangkat tema percintaan ini sangat cocok bagi pembaca remaja yang notabene terikat kuat dengan hal percintaan.

Rabu, 06 Juli 2011

Black Hole

Judhistira Aria Utama (Astronomi FMIPA-ITB)

MUNGKIN tidak ada objek astronomi yang sepopuler lubang hitam (black hole). Di dalam arena diskusi dengan masyarakat luas di setiap kesempatan, pertanyaan mengenai objek eksotik yang satu ini seakan tidak pernah lupa untuk dilontarkan. Siapa sangka, istilah yang pertama kali diberikan oleh John Archibald Wheeler pada 1969 sebagai ganti nama yang terlalu panjang, yaitu completely gravitational collapsed stars, ini menjadi sedemikian akrab di kalangan awam sekalipun?

Konsep lubang hitam pertama kali diajukan oleh seorang matematikawan-astronom berkebangsaan Jerman, Karl Schwarzschild, pada tahun 1916 sebagai solusi eksak dari persamaan medan Einstein (Relativitas Umum). Penyelesaian berupa persamaan diferensial orde dua nonlinear--yang dihasilkan Schwarzschild hanya dengan bantuan pensil dan kertas kala itu--sangat memikat Einstein. Pasalnya, relativitas umum yang bentuk finalnya telah dipaparkan Einstein di Akademi Prusia pada 25 November 1915, oleh penemunya sendiri "hanya" berhasil dipecahkan dengan penyelesaian pendekatan. Bahkan dalam perkiraan Einstein, tidak akan mungkin menemukan solusi eksak dari persamaan medan temuannya tersebut.

Istilah lubang hitam sendiri menggambarkan kondisi kelengkungan ruang-waktu di sekitar benda bermassa dengan medan gravitasi yang sangat kuat. Menurut teori relativitas umum, kehadiran massa akan mendistorsi ruang dan waktu. Dalam bahasa yang sederhana, kehadiran massa akan melengkungkan ruang dan waktu di sekitarnya. Ilustrasi yang umum digunakan untuk mensimulasikan kelengkungan ruang di sekitar benda bermassa dalam relativitas umum adalah dengan menggunakan lembaran karet sangat elastis untuk mendeskripsikan ruang 3 dimensi ke dalam ruang 2 dimensi.

Bila kita mencoba menggelindingkan sebuah bola pingpong di atas hamparan lembaran karet tersebut, bola akan bergerak lurus dengan hanya memberi sedikit tekanan pada lembaran karet. Sebaliknya, bila kita letakkan bola biliar yang massanya lebih besar (masif) dibandingkan bola pingpong, akan kita dapati lembaran karet melengkung dengan cekungan di pusat yang ditempati oleh bola biliar tersebut. Semakin masif bola yang kita gunakan, akan semakin besar tekanan yang diberikan dan semakin dalam pula cekungan pusat yang dihasilkan pada lembaran karet.

Sudah menjadi pengetahuan publik bila gerak Bumi dan planet-planet lain dalam tata surya mengorbit Matahari sebagai buah kerja dari gaya gravitasi, sebagaimana yang telah dibuktikan oleh Isaac Newton pada tahun 1687 dalam Principia Mathematica-nya. Melalui persamaan matematika yang menjelaskan hubungan antara kelengkungan ruang dan distribusi massa di dalamnya, Einstein ingin memberikan gambaran tentang gravitasi yang berbeda dengan pendahulunya tersebut. Bila sekarang kita menggulirkan bola yang lebih ringan di sekitar bola yang masif pada lembaran karet di atas, kita menjumpai bahwa bola yang ringan tidak lagi mengikuti lintasan lurus sebagaimana yang seharusnya, melainkan mengikuti kelengkungan ruang yang terbentuk di sekitar bola yang lebih masif. Cekungan yang dibentuk telah berhasil "menangkap" benda bergerak lainnya sehingga mengorbit benda pusat yang lebih masif tersebut. Inilah deskripsi yang sama sekali baru tentang penjelasan gerak mengorbitnya planet-planet di sekitar Matahari a la relativitas umum. Dalam kasus lain bila benda bergerak menuju ke pusat cekungan, benda tersebut tentu akan tertarik ke arah benda pusat. Ini juga memberi penjelasan tentang fenomena jatuhnya meteoroid ke Matahari, Bumi, atau planet-planet lainnya.

Radius kritis

Melalui persamaan matematisnya yang berlaku untuk sembarang benda berbentuk bola sebagai solusi eksak atas persamaan medan Einstein, Schwarzschild menemukan bahwa terdapat suatu kondisi kritis yang hanya bergantung pada massa benda tersebut. Bila jari-jari benda tersebut (bintang misalnya) mencapai suatu harga tertentu, ternyata kelengkungan ruang-waktu menjadi sedemikian besarnya sehingga tak ada satupun yang dapat lepas dari permukaan benda tersebut, tak terkecuali cahaya yang memiliki kelajuan 300.000 kilometer per detik! Jari-jari kritis tersebut sekarang disebut Jari-jari Schwarzschild, sementara bintang masif yang mengalami keruntuhan gravitasi sempurna seperti itu, untuk pertama kalinya dikenal dengan istilah lubang hitam dalam pertemuan fisika ruang angkasa di New York pada tahun 1969.

Untuk menjadi lubang hitam, menurut persamaan Schwarzschild, Matahari kita yang berjari-jari sekira 700.000 kilometer harus dimampatkan hingga berjari-jari hanya 3 kilometer saja. Sayangnya, bagi banyak ilmuwan kala itu, hasil yang diperoleh Schwarzschild dipandang tidak lebih sebagai sebuah permainan matematis tanpa kehadiran makna fisis. Einstein termasuk yang beranggapan demikian. Akan terbukti belakangan, keadaan ekstrem yang ditunjukkan oleh persamaan Schwarzschild sekaligus model yang diajukan fisikawan Amerika Robert Oppenheimer beserta mahasiswanya, Hartland Snyder, pada 1939 yang berangkat dari perhitungan Schwarzschild berhasil ditunjukkan dalam sebuah simulasi komputer.

Kelahiran lubang hitam

Bagaimana proses fisika hingga terbentuknya lubang hitam? Bagi mahasiswa tingkat sarjana di Departemen Astronomi, mereka mempelajari topik ini di dalam perkuliahan evolusi Bintang. Waktu yang diperlukan kumpulan materi antarbintang (sebagian besar hidrogen) hingga menjadi "bintang baru" yang disebut sebagai bintang deret utama (main sequence star), bergantung pada massa cikal bakal bintang tersebut. Makin besar massanya, makin singkat pula waktu yang diperlukan untuk menjadi bintang deret utama. Energi yang dimiliki "calon" bintang ini semata-mata berasal dari pengerutan gravitasi. Karena pengerutan gravitasi inilah temperatur di pusat bakal bintang menjadi meninggi.

Dari mana bintang-bintang mendapatkan energi untuk menghasilkan kalor dan radiasi, pertama kali dipaparkan oleh astronom Inggris Sir Arthur Stanley Eddington. Sir Eddington juga yang pernah memimpin ekspedisi gerhana Matahari total ke Pulau Principe di lepas pantai Afrika pada 29 Mei 1919 untuk membuktikan ramalan teori relativitas umum tentang pembelokan cahaya bintang di dekat Matahari. Meskipun demikian, fisikawan nuklir Hans Bethe-lah yang pada tahun 1938 berhasil menjelaskan bahwa reaksi fusi nuklir (penggabungan inti-inti atom) di pusat bintang dapat menghasilkan energi yang besar. Pada temperatur puluhan juta Kelvin, inti-inti hidrogen (materi pembentuk bintang) mulai bereaksi membentuk inti helium. Energi yang dibangkitkan oleh reaksi nuklir ini membuat tekanan radiasi di dalam bintang dapat menahan pengerutan yang terjadi. Bintang pun kemudian berada dalam kesetimbangan hidrostatik dan akan bersinar terang dalam waktu jutaan bahkan milyaran tahun ke depan bergantung pada massa awal yang dimilikinya.

Semakin besar massa awal bintang, semakin cepat laju pembangkitan energinya sehingga semakin singkat pula waktu yang diperlukan untuk menghabiskan pasokan bahan bakar nuklirnya. Manakala bahan bakar tersebut habis, tidak akan ada lagi yang mengimbangi gravitasi, sehingga bintang pun mengalami keruntuhan kembali.

Nasib akhir sebuah bintang ditentukan oleh kandungan massa awalnya. Artinya, tidak semua bintang akan mengakhiri hidupnya sebagai lubang hitam. Untuk bintang-bintang seukuran massa Matahari kita, paling jauh akan menjadi bintang katai putih (white dwarf) dengan jari-jari lebih kecil daripada semula, namun dengan kerapatan mencapai 100 hingga 1000 kilogram tiap centimeter kubiknya! Tekanan elektron terdegenerasi akan menahan keruntuhan lebih lanjut sehingga bintang kembali setimbang. Karena tidak ada lagi sumber energi di pusat bintang, bintang katai putih selanjutnya akan mendingin menjadi bintang katai gelap (black dwarf).

Untuk bintang-bintang dengan massa awal yang lebih besar, setelah bintang melontarkan bagian terluarnya akan tersisa bagian inti yang mampat. Jika massa inti yang tersisa tersebut lebih besar daripada 1,4 kali massa Matahari (massa Matahari: 2x10 pangkat 30 kilogram), gravitasi akan mampu mengatasi tekanan elektron dan lebih lanjut memampatkan bintang hingga memaksa elektron bergabung dengan inti atom (proton) membentuk netron. Bila massa yang dihasilkan ini kurang dari 3 kali massa Matahari, tekanan netron akan menghentikan pengerutan untuk menghasilkan bintang netron yang stabil dengan jari-jari hanya belasan kilometer saja. Sebaliknya, bila massa yang dihasilkan pasca ledakan bintang lebih dari 3 kali massa Matahari, tidak ada yang bisa menahan pengerutan gravitasi. Bintang akan mengalami keruntuhan gravitasi sempurna membentuk objek yang kita kenal sebagai lubang hitam. Bila bintang katai putih dapat dideteksi secara fotografik dan bintang netron dengan teleskop radio, lubang hitam tidak akan pernah dapat kita lihat secara langsung!

Mengenali lubang hitam

Bila memang lubang hitam tidak akan pernah bisa kita lihat secara langsung, lantas bagaimana kita bisa meyakini keberadaannya? Untuk menjawab pertanyaan ini, John Wheeler sebagai tokoh yang mempopulerkan istilah lubang hitam, memiliki sebuah perumpamaan yang menarik. Bayangkan Anda berada di sebuah pesta dansa di mana para pria mengenakan tuksedo hitam sementara para wanita bergaun putih panjang. Mereka berdansa sambil berangkulan, dan karena redupnya penerangan di dalam ruangan, Anda hanya dapat melihat para wanita dalam balutan busana putih mereka. Nah, wanita itu ibarat bintang kasat mata sementara sang pria sebagai lubang hitamnya. Meskipun Anda tidak melihat pasangan prianya, dari gerakan wanita tersebut Anda dapat merasa yakin bahwa ada sesuatu yang menahannya untuk tetap berada dalam "orbit dansa".

Demikianlah para astronom dalam mengenali keberadaan sebuah lubang hitam. Mereka menggunakan metode tak langsung melalui pengamatan bintang ganda yang beranggotakan bintang kasat mata dan sebuah objek tak tampak. Beruntung, semesta menyediakan sampel bintang ganda dalam jumlah yang melimpah. Kenyataan ini bukanlah sesuatu yang mengherankan, sebab bintang-bintang memang terbentuk dalam kelompok. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa di galaksi kita, Bima Sakti, terdapat banyak bintang yang merupakan anggota suatu gugus bintang ataupun asosiasi.

Telah disebutkan di atas bahwa medan gravitasi lubang hitam sangat kuat, jauh lebih kuat daripada bintang kompak lainnya seperti bintang “katai putih” maupun bintang netron. Dalam sebuah sistem bintang ganda berdekatan, objek yang lebih masif dapat menarik materi dari bintang pasangannya. Demikian pula dengan lubang hitam. lubang hitam menarik materi dari bintang pasangan dan membentuk cakram akresi di sekitarnya (bayangkan sebuah donat yang pipih bentuknya). Bagian dalam dari cakram yang bergerak dengan kelajuan mendekati kelajuan cahaya, akan melepaskan energi potensial gravitasinya ketika jatuh ke dalam lubang hitam. Energi yang sedemikian besar diubah menjadi kalor yang akan memanaskan molekul-molekul gas hingga akhirnya terpancar sinar-X dari cakram akresi tersebut. Sinar-X yang dihasilkan inilah yang digunakan oleh para astronom untuk mencurigai keberadaan sebuah lubang hitam dalam suatu sistem bintang ganda. Untuk lebih meyakinkan bahwa bintang kompak tersebut benar-benar lubang hitam alih-alih bintang “katai putih” ataupun bintang netron, astronom menaksir massa objek tersebut dengan perangkat matematika yang disebut fungsi massa. Bila diperoleh massa bintang kompak lebih dari 3 kali massa Matahari, besar kemungkinan objek tersebut adalah lubang hitam.

disadur dari www.fisikanet.lipi.go.id

Tragedi Gudheg

Mulai tgl 5 Juli 2011 ada bule tinggal di rumahku. Setiap pagi aku dan kakakku menyiapkan makan untuk dia. Dia menyukai perkedel kimpul dan kering kentang yang kami hidangkan. Nah, saat menyiapkan bekal makan siangnya, kami beli gudheg soalnya banyak bule yang suka gudheg. Waktu kita bilang kalau lauk makan siangnya adalah gudheg. Setelah waktu makan siang datang, dan ibuku tiba-tiba sms. " Dik, ternyataa si bule gak suka gudheg." Pas,itu bule pulang..tiba-tiba bule itu minta maaf. Maaf karena dia gak doyan gudhegnya. Kita sich ga papa soalnya itu gudheg juga kita beli. Sebagai permintaan maaf kepada kita, tu bule beliin kita es krim (nyuap ceritanya) ma sekaleng wafer...kalau gini caranya, kita beliin gudheg terus biar dapet es krim tiap hari..hahahaha :D

Selasa, 17 Mei 2011

Racun Hatiku

Pagi ini cuaca sedikit mendung ketika aku membuka jendela kamarku. Matahari tampak enggan dan malu untuk memperlihatkan wajahnya kepada dunia. Langit yang mendung pun seakan-akan membantu matahari untuk bersembunyi, dia bertiak pada matahari “Hai, matahari! Berlindunglah di balik tubuhku. Tenang saja! Aku akan menjagamu!” yakin langit mendung pada matahari. Tanpa banyak bicara matahari menuruti nasehat langit, dia berlindung di balik tubuh langit mendung, menyembunyikan sinarnya dari makhluk yang tinggal di bumi.
Meskipun langit mendung sukses membujuk matahari untuk tidak keluar menemui dunia, aku tetap merasa senang karena udara di pagi ini berhasil membuat hatiku tenang dan damai. Udaranya terasa begitu basah di kulitku, begitu bersih dan penuh dengan aroma kehidupan. Cepat-cepat aku menyesakki kantong paru-paruku dengan udara ini, takut jika udara yang begitu segar ini lari dan pergi meninggalkanku. Lalu kututup kedua mataku dan ku biarkan angin pagi ini menyentuh pipiku dengan manja, membelai rambutku dengan lembut dan membisikkan senandung merdu di telingaku. Diriku serasa terbang, terbang melayang ke langit ketujuh. Tubuhku terasa begitu ringan, ringan seperti kapas. Seakan-akan tidak ada beban di pikiranku, tidak ada luka di hatiku dan tidak ada kesedihan yang kurasakan. Aku menikmati setiap detik di pagi ini, berharap selamanya bisa seperti ini.
Untuk sesaat, aku bisa melupakan segala kesedihan dan masalah yang aku alami. Melupakan kejadian semalam, yang mungkin bagi sebagian orang hanya kejadian sepele yang tak perlu dipikirkan, tapi kejadian ini begitu penting, begitu berarti dan begitu menyakitkan untukku. Kejadian ini pun merupakan sumber dari segala sumber kebodohanku yang akan kuceritakan nantinya.
Kejadian itu bermula ketika aku berkumpul bersama keluargaku. Tidak seluruh anggota keluargaku berkumpul saat itu. Kakak laki-lakiku, Kak Revan sedang kuliah di Jogjakarta dan rencananya besuk pagi dia akan pulang.
“Bu, Revan besuk pulang kan?” tanya ayahku pada ibuku.
“Iya Yah, besuk dia pulang dari Jogja sekitar jam 8.00. Kenapa Yah?” jawab ibuku.
“Enggak, Ayah cuma khawatir aja dia kan baru aja ditimpa musibah, sahabat baiknya meninggal dunia, apa nggak papa kalau dia pulang naik motor dari Jogja ke Semarang?”
“Iya juga Yah, ehmm.. Ntar Ibu telpon Revan, ngasih tahu dia buat nggak naik motor tapi naik bis aja. Gimana Yah?”
“Ya, Ayah setuju, itu lebih baik.”jawab ayah.
Saat itu aku sedang membaca dan diam-diam menyimak pembicaraan kedua orang tuaku. Kemudian aku teringat bahwa besuk ada pertemuan orang tua di sekolah.
“Ibu, Ayah.. Besuk ada rapat wali murid di sekolah, jam 09.00.” kataku
“Oh ya? hmm… ” ayahku mendesah.
“Ayah atau Ibu nggak usah datang ya.. Cuma rapat kok.. Paling juga mbahas nggak penting..”kata ayahku.
“Nggak penting, Yah?”tanyaku.
“Iya, nggak penting..”jawab beliau.
“Oh..”sahutku singkat.
Aku yang termasuk tipe orang pendiam dan cukup sensitif, merasa sedikit tersinggung dengan perkataan ayahku.
Aku bertanya dalam hatiku,“Nggak penting? Apa maksud dari ucapan ayahku itu? Apakah urusanku tidak penting? Apakah hal-hal yang berkaitan denganku itu nggak penting?” Seketika itu juga, banyak pikiran negatif yang berkelebat dalam otakku.
“Mungkin memang iya. Mungkin memang tidak penting.” batinku.
“Tapi…”
Tiba-tiba, seperti ada seseorang yang membisikkan dalam hatiku.
“Jangan, janganlah kau berpikir seperti itu. Jangan berpikiran buruk terlebih dahulu. Apalagi berpikiran buruk kepada kedua orang tuamu sendiri. Mungkin mereka hanya bercanda, Mungkin mereka hanya bercanda…” kata orang itu.
“Astaghfirullah, nggak semestinya aku berpikiran buruk seperti itu. Iya, mereka hanya bercanda” yakinku dalam hati.
***
Pagi itu lamunanku terpecah ketika ibuku memasuki kamarku dan bertanya kepadaku.
“Vani, kamu dah shalat?”
“Udah bu..”
“Yaudah, kalau gitu langsung siap-siap ke sekolah sana..”
“Iya bu..”
Aku bersiap pergi ke sekolah. Tidak seperti biasa, sekolah hari ini dipulangkan lebih awal karena ada rapat wali murid. Pukul 09.00, rapat sudah dimulai.
“Mana ya orang tuaku?” tanyaku pada temanku, Dewi.
“Entar mungkin datangnya..” jawab temanku mencoba meyakinkanku.
“Mungkin..” sahutku.
Aku menunggu kedua orang tuaku untuk datang dalam rapat itu. Lama sudah aku menunggu, hingga akhirnya rapat wali murid selesai. Tetap saja orang tuaku tidak datang. Hatiku mulai dipenuhi perasaan putus asa, sedih, kecewa, dan yang paling mengerikan adalah mulai tumbuh bibit-bibit kemarahan dalam hatiku, semua perasaan negatif itu bercampur menjadi satu, membuatku merasa tidak enak badan.
“Vani, kalau aku tinggal pulang dulu ndak nggak papa? aku dah ditunggu ayahku.” tanya Dewi kepadaku.
“Oh, nggak papa kok… Pulang dulu aja.” jawabku sambil menahan semua perasaan negatif dalam hatiku.
“Beneran nih? Kamu masih mau nunggu orang tuamu?” tanya Dewi lagi.
“Iya, beneran. Ehmm, iya aku masih mau nunggu mereka, mungkin aja mereka nanti datang.” jawabku menyakinkan Dewi.
“Yaudah aku pulang dulu ya… Daa Vani!” pamit Dewi.
“Daa Dewi! Ati-ati ya.” kataku.
“Ok deh” sahut Dewi.
Aku menunggu, dan terus menunggu kedatangan kedua orang tuaku. Hingga akhirnya jam menunjukkan pukul 13.00, sekolah sudah sepi, yang ada tinggal aku dan penjaga sekolah. Perasaan negatif yang dari tadi sudah singgah di hatiku, sekarang mulai memberontak. Seolah-oleh perasaan negatif itu berusaha meluap dari hatiku, mencoba keluar dengan mengoyak, mencabik dan merobek hatiku.
Aku berkata pada diriku sendiri, “Mungkin memang benar rapat ini nggak penting. Semua yang berkaitan denganku enggak penting. Aku tak mengira ternyata pembicaraan semalam betul-betul serius. Aku kira hanya sebuah guyonan.”
“Sudah lah dari pada aku terus menunggu di sini, lebih baik aku pulang.” kataku marah.
Sesampainya di rumah, aku tidak melihat ayah ibuku, sepertinya mereka belum pulang.
“Kemana mereka?” tanyaku dalam hati
“Ah, sudahlah, terserah ayah ibu saja mau pergi kemana aja boleh, itu bukan urusanku! Lebih baik aku tidur!” kataku dalam hati.
2 jam aku tertidur, waktu tidur yang menurutku cukup lama, tiba-tiba ada suara mobil yang menderu-deru di luar, mobil itu seperti sedang kesetanan. Aku terbangun dari tidurku, dan beranjak ke jendela untuk mengintip apa yang terjadi di luar.
“Hah? Itu kan mobil ayahku, ooh ayah dan ibu sudah pulang. Tapi kok wajah mereka pucat kayak gitu? Ada apa ya? Hmm, biarlah! Kan itu bukan urusanku, mungkin wajah mereka pucat, karena mereka merasa bersalah tidak hadir dalam rapat itu. Mungkin saja, atau malah enggak menyesal sama sekali?! Biarlah!” kataku dalam hati.
Aku melanjutkan tidurku lagi. Selang beberapa saat, ada suara ketukan yang cukup keras, ternyata ada seseorang yang mengetuk pintu kamarku.
“Vani” thok…! thok! thok! “Buka pintunya Van, ada yang mau ibu bicarakan.” panggil ibuku lembut.
Dengan malas, aku membukakan pintu kamarku.
“Ada apa bu?” tanyaku.
“Kamu marah ya?” tanya ibuku.
“Enggak kok bu”jawabku bohong.
“Maaf kan ibu dan ayah ya, kami enggak sempat datang ke rapat wali kelas tadi.” pinta ibu.
“Iya nggak papa bu” jawabku malas sambil menutup pintu kamarku.
Ibuku menahanku untuk tidak menutup pintu, dia berkata “Ada musibah.”
“Hmm?” kataku.
Dlam hatiku berkata, “Apa? Musibah? Musibah Apa?”
“Kakamu..Revan.. Revan kecelakaan.” kata ibuku sedih.
“Apa?!”sahutku terkejut.
“Kak Revan kecelakaan? Kok bisa? Bukannya Kak Revan pulang naik bis?’ tanyaku tak percaya.
“Revan nggak jadi naik bis, dia naik motor” jelas ibuku.
“Bagaimana ceritanya sampai kak Revan kecelakaan?” tanyaku khawatir.
“Dia ngalamun di jalan, teringat Bahtiar yang telah meninggal.”lanjut ibuku.
“Astaghfirullah,lalu gimana bu keadaannya sekarang?”
“Keadaanya sudah lebih baik daripada tadi, dia sekarang ada di kamarnya.”kata ibuku.
“Kenapa enggak di bawa ke rumah sakit?” tanyaku.
“Kata dokter dia tidak apa-apa, dia hanya menderita luka luar saja tidak ada luka dalam. Ibu harap juga seperti itu.” jawab ibuku dengan wajah hampir menangis.
Bergegas aku menuju kamar Kak Revan, betapa terkejutnya diriku ketika melihat keadaan kakakku yang begitu tak berdaya. Tubuhnya terbaring lemas di atas kasur, seperti tidak bisa digerakkan. Hidung mancungnya patah dan membengkong ke samping, hidung itu mengeluarkan darah terus menerus. Wajah tampan Kak Revan, berubah. Dagunya sobek. Penuh dengan luka jahit. Tidak hanya itu,kaki Kak Revan luka, terkoyak, hingga terlihat daging putih dan darah di dalamnya. Begitu miris aku melihat keadaan Kak Revan. Air mataku menetes begitu saja. Cepat-cepat aku hapus air mataku itu, dan berusaha untuk tidak menangis.
Kak Revan yang tahu kedatanganku di kamarnya, dia tersenyum padaku sambil melambaikan tanganya, tersenyum seperti biasanya, senyum tulus seorang kakak pada adiknya, senyum yang mengatakan “Hai, dik! Aku baik-baik saja. Tak usah khawatir.”
Melihat tingkah Kak Revan, aku semakin tidak bisa menahan tangisku ini. Hingga akhirnya tangisku itu pecah, air mataku mulai berjatuhan. Berulang kali aku berusaha menghapus air mataku dengan lengan bajuku, hingga lengan bajuku itu lusuh dan basah. Aku membalas senyum kakakku itu masih dalam keadaan menangis, aku juga membalas pesan di dalam senyumannya “Aku tau Kak, Kakak pasti baik-baik saja. Kakak kan kuat.”
“Tadi ibu dan ayah, menjemput kak Revan di puskesmas yang paling dekat dengan tempat kejadian kecelakaan. Sehingga ayah dan ibu tak sempat datang ke acara rapat wali kelas di sekolahmu. Maafkan ayah dan ibu ya?” kata ibuku yang tanpa aku sadari ternyata sudah ada di belakangku sejak tadi.
Sesaat aku terdiam mendengar permintaan maaf dari ibuku. Perasaan marah, sedih, putus asa dan kecewa dalam hatiku, semuanya hilang begitu saja, menguap dari tubuhku. Digantikan dengan perasaan bersalah dan menyesal.
“Iya bu, enggak papa.” kataku tertunduk malu menyadari kesalahan dan kebodohanku.
Mendengar permintaan maaf ibuku, tangisku semakin tak bisa aku bendung lagi. Aku memilih pergi dari kamar Kak Revan menuju kamarku, meninggalkan Kak Revan di kasurnya dan meninggalkan ibuku yang menatap sedih keadaan Kak Revan.
Aku menangis, aku tumpahkan air mataku di kamarku itu.
“Astaghfirullah.. betapa bodohnya aku. Aku sudah berpikiran buruk kepada orang tuaku sendiri. Aku kira mereka tidak peduli denganku, ternyata mereka peduli, sangat peduli. Tidak sepantasnya aku berpikiran buruk seperti tadi. Seharusnya aku lah yang minta maaf, bukan ibuku.” kataku sambil menangis.
Aku menangis dan terus menangis. Menyesali apa yang telah aku perbuat dan apa yang telah aku pikirkan. Pikiran buruk kepada orang tuaku sendiri telah meracuni otakku, menghancurkan sistem kerja tubuhku, membutakan mata hatiku dan menutup pendengaranku dari suara hati yang slalu mengingakanku. Aku menyesalinya, sangat menyesalinya.
***
Waktu telah lama berlalu, keadaan Kak Revan sudah membaik, sudah sembuh malah. Kak Revan sudah bisa beraktifitas seperti biasanya. Walaupun begitu, masih ada sisa-sisa kecelakaan di wajahnya. Masih terlihat jelas, bekas jahitan di dagu dan bekas luka patah di hidungnya. Bekas kecelakaan yang selalu mengingatkanku pada kesalahanku yang lalu. Kesalahanku karena berpikiran buruk kepada orang lain, yang akhirnya meracuni diriku sendiri. Sejak saat itu, aku berjanji pada diriku, aku tak akan mengulangi kesalahanku itu, aku tak akan berpikiran buruk terhadap orang lain lagi, apalagi berpikiran buruk kepada ke dua orang tuaku.